BBPOM Pekanbaru Banyak Menemukan Zat Kimia Berbahaya pada Obat Tradisional dan Jamu

Dari Penta Heliks BBPOM

Foto bersama secara luring saat kegiatan penta heliks yang digelar oleh Balai Besar POM Pekanbaru. FOTO: ISTIMEWA

Beritaazam.com, Pekanbaru – Kepala BBPOM Pekanbaru Yosef Dwi Irwan menjelaskan, banyak jamu dan obat tradisional yang dicampur Bahan Kimia Obat (BKO) dan dapat membahayakan kesehatan masyarakat, berdasarkan temuan BBPOM Pekanbaru dalam sejumlah operasi.

Hal itu diungkapkan Yosef dalam kegiatan penta heliks secara daring dan luring yang digelar Balai Besar POM Pekanbaru, Kamis, 6 Oktober 2022.

Menurut Yosef, BKO yang dicampurkan pada umumnya tergolong obat keras yang penggunaannya harus sesuai anjuran dokter. BKO yang dicampurkan tanpa takaran atau dosis yang dianjurkan untuk menghasilkan efek instan, dapat menimbulkan efek samping pada penggunaannya, bahkan terkadang ada BKO yang sudah kadaluarsa.

Bahaya yang ditimbulkan dengan mengkonsumsi obat ilegal yang mengandung dosis tanpa petunjuk dokter, diantaranya gagal jantung akibat konsumsi OT yang mengandung Sildenafil Sitrat. Kemudian reaksi alergi, efek moonface akibat konsumsi deksametason atau prednison tanpa anjuran dokter, serta kerusakan hati karena konsumsi Paracetamol berlebihan.

“Efek yang ditimbulkan sangat cepat “cespleng”. Dalam waktu beberapa jam setelah mengkonsumsi sakit timbul kembali, produk diklaim dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Lalu jika dilakukan pengamatan seksama terdapat butiran atau kristal yang merupakan bahan kimia yang ditambahkan,” jelas Yosef.

Berdasarkan data pengawasan tahun 2021 oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Pekanbaru, sebanyak 25 persen sarana distribusi obat tradisional yang diperiksa Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) dan pada tahun 2022 meningkat menjadi 50 persen sarana yang TMK. temuan didominasi produk obat tradisional tanpa izin edar karena mengadung Bahan Kimia Obat (BKO).

Lalu bagaimana media menyikapi hal tersebut? Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Riau, H Zulmansyah Sekedang saat memaparkan materinya mengatakan, peran pers atau media dalam melindungi masyarakat dari promosi iklan yang tidak sesuai ketentuan, yakni dengan cara membantu menyebarluaskan informasi berita-berita terkait obat-obat berbahaya.

BACA JUGA:  Komitmen Anti Korupsi, PHR Pertahankan Sertifikasi SMAP

“Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar, dan itulah salah satu fungsi pers. Pers harus memenuhi hak masyarakat tersebut,” jelas Zulmansyah.

Sebelumnya Dosen Fakultas Kedokteran UNRI, Dr Inayah menjabarkan golongan obat yang termasuk BKO yang terkandung dalam OT, yakni ada 10 golongan, yaitu Anti inflamasi non steroid (AINS), analgetik-antiperetik, agonis adrenergic-dekongesten, kortikosteroid, antihistamin, analgetik opioid, anti gout kronik, fosfodiesterase 5 inhibitor, diuretik, obat anti obesitas dan Smstimulan SSP.

“Ada 10 golongan atau jenis BKO yang terkandung dalam obat-obat tradisional, yang harus diwaspadai masyarakat karena bisa mengganggu kesehatan,” jelasnya.

Dari hasil penindakan BBPOM Pekanbaru periode 2021, ditemukan sekitar 200 item obat tradisional tanpa izin edar dan mengandung BKO, atau dalam jumlah pieces sebanyak 2,8 juta pieces dengan nilai ekonomi sebesar Rp 13,3 miliar. Sedangkan pada tahun 2022 ditemukan sekitar 168 item obat tradisional tanpa izin edar dan mengandung BKO atau dalam jumlah pieces sebanyak 260 ribu pieces dengan nilai ekonomi sebesar Rp3,1 miliar.

Masyarakat khususnya warga Riau dihimbau selalu jadi konsumen cerdas, yang tidak mudah tergiur oleh iklan dan hasil instan. Selalu cek tanggal kedaluwarsa, perhatikan bacaan peringatan atau perhatian dan jangan gunakan obat-obta tersebut bersamaan dengan resep dokter. Kunjungi website Badan POM (www.pom.go.id) untuk mengetahui OT mengandung BKO di “public warning”.*