BeritaAzam.com – Siapa sangka bahwa bahan dasar pakaian, handuk, sarung bantal, hingga produk perawatan diri yang kita gunakan sehari-hari, banyak yang berasal dari pulp (bubur kertas) yang diolah menjadi serat rayon?
Serat rayon ini menjadi fondasi bagi industri tekstil dan fesyen, diproduksi oleh PT Asia Pacific Rayon (APR) di pabriknya yang berlokasi di Pangkalan Kerinci, Riau.
“Kapasitas pabrik kami di Pangkalan Kerinci mencapai 300.000 ton serat rayon per tahun, dengan 52 persen diekspor ke pasar global dan sisanya untuk memenuhi kebutuhan domestik,” ujar Presiden Direktur APR, Basrie Kamba, Senin (21/10/24).
Sejak 2019, anak perusahaan PT Royal Golden Eagle (RGE) ini mengolah serat rayon untuk tekstil dan berbagai produk fesyen, menjadikan Indonesia sebagai eksportir serat rayon terbesar kedua di Asia setelah Tiongkok. Kualitas serat rayon yang ramah lingkungan membuatnya sangat diminati oleh berbagai merek lokal dan internasional.
Dalam sebuah fashion show yang digelar pada Senin (21/10/2024) bulan lalu, APR menampilkan karya-karya desainer lokal Riau. Berbagai gaya busana dari casual hingga formal, busana muslim hingga vintage, ditampilkan dengan memukau, semuanya berbahan baku viscose (rayon) yang diproduksi di Pangkalan Kerinci.
Rayon, Pilihan Desainer untuk Fesyen Ramah Lingkungan
Tiffa, salah satu desainer yang berpartisipasi dalam peragaan busana tersebut, memuji kualitas serat rayon yang ringan, lembut, dan berdaya serap tinggi, yang ideal untuk iklim tropis Indonesia.
“Rayon ini sangat nyaman dipakai, daya serapnya bagus, dan lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan lain,” ungkap Tiffa.
Tiffa lebih memilih rayon dalam setiap rancangan busananya, sebagai bentuk dukungan terhadap bahan baku yang berkelanjutan.
Menurutnya, APR memberikan banyak kesempatan bagi desainer Riau untuk berkarya dan memamerkan hasil desain mereka hingga ke tingkat nasional. “Berkat dukungan APR, kami para desainer lokal bisa menembus pasar nasional, dan produk kami selalu diminati,” ungkap Tiffa.
Ya, kehadiran brand fashion asal Riau, Sakinah dan Sapola Indonesia By Thiffa Qaisty serta brand Laili Imra by Rika Guslaili Imra, dua dari desainer asal Riau kini semakin mencuri perhatian dunia mode tingkat Nasional dan Mancanegara.
Desainer yang bergabung dalam API Riau ini, bukan hanya sukses tampil dipanggung fashion Nasional, salah satunya di Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW), tapi juga mulai membidik dunia fashion mancanegara. Mereka konsisten mengunakan bahan tekstil viscose/rayon produksi Asia Pasicif Rayon (APR) serta mengkombinasikannya pada sejumlah koleksi busana yang mereka rancang.
Rika Guslaili, yang turut menampilkan brand Laili Imra di runway “APR Media Workshop”, Senin (21/10-2024) lalu di Hotel Pangeran Pekanbaru mengatakan, bahwa ada tanggung jawab moral bagi dirinya sebagai desainer lokal untuk menggunakan bahan tekstil viscose APR di setiap rancangan koleksi busananya. Selain bahan dasarnya yang lembut dan halus, juga memiliki daya serap yang tinggi serta bisa bisa diaplikasikan dalam segala cuaca, terutama cuaca tropis Indonesia. Viscose/rayon berbahan baku berkelanjutan, dan juga mengunakan bahan warna dari pohon kayu.
Rika sangat bangga, koleksi busana berbahan viscose APR yang ditampilkannya merupakan tekstil yang diproduksi di Kabupaten Pangkalan Kerinci, Provinsi Riau. Kebanggaannya sebagai anak negri ini pula, melahirkan sejumlah inspirasi pada rancangan koleksi pakaiannya, salah satunya mengangkat tema alam Riau, gelombang Ombak Bono di Sungai Kampar, Pelalawan dengan koleksi busana berjudul “Rika Bono”.
Bono disebutnya juga dengan istilah “tujuh kuda”. Dimana terdapat satu ombak besar paling depan yang diikuti oleh ombak lainnya. Liuk gelombang dan warna permukaan ombak Bono menjadi inspirasi dari koleksi dengan gaya sporty casual dan feminim.
Rika yang bergabung dalam API Riau merasa sangat terbantu dalam tumbuh kembang dirinya sebagai pelaku UMKM, sejak adanya kolaborasi binaan dari APR. Bahkan sebagai desainer lokal, Rika akui matanya mulai melek dengan dunia desain, mulai mengintip pangsa pasar yang lebih luas, tidak saja sekadar menunggu. Bahkan peluang dan jalan yang dibuka untuk mengikuti iven Jakarta Muslim Fashion Weeek, Riau Syariah Week, Riau Berkain dan Fesyar, diakui Rika langkah yang tak mudah untuk dicapainya, jika tak ada peran besar dari kolaborasi APR dan API Riau dibelakangnya.
Apalagi iniasi APR dengan membidani kelahiran Jakarta Fashion Week (JFH), sebuah ruangan kolaboratif untuk mempromosikan fashion berkelanjutan, semakin membuka mata desainer, pengusaha dan produsen lokal untuk menampilkan karya-karya anak negri, sehingga semakin mudah sampai ke pemasok.
Sementara Wakil Ketua Riau API Riau Arniningsih,mengakui kolaborasi yang dilakukan bersama APR terhadap desainer lokal asal Riau banyak membuahkan hasil yang mengembirakan.
Kepedulian APR yang aktif membina pengrajin dan fashion desainer lokal dengan memberikan kesempatan mengikuti berbagai iven di tingkat Nasional menurutnya, merupakan sebuah langkah maju dalam memasarkan produksi mereka lebih luas lagi.
“Apalagi pembinaan yang diberikan itu semuanya gratis. Kami tentu ingin pembinaan APR ini terus berkelanjutan dan menyentuh banyak desainer lokal lainnya, “jelas perempuan anggun tersebut.
Pembinaan yang sudah dilakukan APR ini disebut Arniningsih, mestinya disambut dan dirangkul baik oleh Pemerintah Riau agar ikut mendukung pelaku usaha fesyen lokal dengan menggunakan produk rancangan mereka dalam seragam ASN yang ada di Provinsi Riau. “Kalau ini didukung pemerintah daerah di Riau ini, wah akan makin dikenallah produk fesyen lokal Riau,” ucapnya.
Komitmen APR terhadap Lingkungan dan Keberlanjutan
Dalam acara APR Media Workshop, Basrie Kamba menegaskan komitmen APR sebagai produsen bahan tekstil yang mengutamakan keberlanjutan. “Kami berfokus pada bahan baku yang berkelanjutan dan praktik pabrik yang efisien, serta berupaya memberdayakan masyarakat sekitar,” jelas Basrie.
Rayon yang dihasilkan APR berasal dari 100 persen selulosa kayu yang dapat terurai secara alami, menjadi alternatif bahan tekstil yang ramah lingkungan. APR mengandalkan bahan baku dari perkebunan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang dikelola dengan prinsip manajemen hutan berkelanjutan (Sustainable Forest Management Policy), menjadikan APR sebagai produsen rayon viscose pertama di Asia yang terintegrasi dari perkebunan hingga produksi serat.
“Dari perkebunan untuk fesyen, dari Pangkalan Kerinci untuk dunia. Pangkalan Kerinci telah tumbuh menjadi pusat industri fesyen global,” tutur Basrie.
APR menjalankan produksi yang berfokus pada pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), pemulihan karbon disulfida (CS2), dan pengelolaan air limbah sesuai praktik terbaik industri.
Selain itu, APR turut berkontribusi dalam mengangkat perekonomian warga lokal, khususnya dalam radius 50 kilometer dari wilayah operasionalnya. Mereka merekrut tenaga kerja lokal, menyediakan peluang usaha, serta melaksanakan program CSR di bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan sosial budaya.
Tantangan Industri Rayon di Indonesia
APR kini memasok 52 persen kebutuhan tekstil dunia, mengukuhkan posisi Indonesia sebagai produsen viscose-rayon terbesar kedua di dunia.
Namun, industri ini menghadapi tantangan serius dari masuknya produk-produk murah dari Tiongkok serta pakaian bekas yang dijual secara ilegal di Indonesia.
“Jika tidak segera dibatasi, produk-produk ini bisa mengancam posisi Indonesia di pasar global,” tegas Basrie.
Kemitraan dengan Penduduk Lokal
APR dan grup RGE mengelola 338.536 hektar lahan HTI yang ditanami akasia dan eucalyptus sebagai bahan baku rayon. Setiap tahunnya, sekitar 80.000 hingga 90.000 hektar pohon dipanen untuk diolah menjadi serat rayon di Pangkalan Kerinci.
Kegiatan perkebunan ini menyediakan ribuan lapangan kerja bagi penduduk setempat, dari level manajemen hingga tenaga lapangan.
Aktivitas HTI di berbagai kawasan berhasil menciptakan pusat-pusat ekonomi baru. Sektor riil seperti pasar, klinik, dan sekolah berkembang, memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar.
Dengan integrasi dari perkebunan hingga produksi, komitmen pada keberlanjutan, serta dukungan terhadap ekonomi lokal, APR bukan hanya mendukung industri fesyen nasional, tetapi juga turut membawa produk Indonesia ke panggung dunia.*