Jokowi Minta Politik Identitas Dihentikan, Pengamat Harap Elit Politik dan Buzzer Ditertibkan

Beritaazamcom, Jakarta – Presiden Joko Widodo alias Jokowi meminta oknum atau kelompok tertentu berhenti menggunakan politik identitas, politisasi agama dan polarisasi sosial di Pemilu dan Pilpres 2024 mendatang.

Hal ini disampaikan Jokowi dalam pidato sidang tahunan di depan MPR, DPR dan DPD RI pada, Selasa (16/8/2022). Ketegasan Jokowi ini dinilai sangat tepat, namun polarisasi-polarisasi seperti ini sudah terbentuk sejak Pilpres 2014 hingga 2019.

Direktur Eksekutif Voxpol Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, politik identitas atau politisasi agama akan terus terulang jika polarisasi Pilpres dengan dua pasangan terulang, karena masyarakat akan dihadap-hadapkan dan terjadi saling klaim benar dan salah, atau Pancasilais dan radikal.

“Begini itu mungkin saja terulang lagi kalau misalnya kita hanya dihadapkan dengan dua calon, nah potensi itu ada lebih besar ketika hanya ada dua calon yang kemudian mau tidak mau akan dibenturkan head to head akhirnya munculah yang disebut polarisasi,” kata Pangi, Kamis (18/8/2022).

“Nah polarisasi kemudian memantik politik identitas dan keterbelahan publik, kita merasakan betul apa dampaknya implikasinya akan besar terhadap luka-luka yang menganga, yang merusak kebangsaan kita dan bagaimana kita merasakan puncak gunung es-nya itu,” sambung Pangi.

Dikatakan akademisi UIN Syarif Hidayatallah Jakarta ini, keterbelahan akibat politisasi agama ini dianggap tidak terjadi oleh para elit parpol, namun yang merasakan dan berdampak adalah masyarakat.

“Bagi elit dianggap tidak ada tetapi faktanya itulah yang terjadi pada kasus yang siapa namanya ada Armando yang dikeroyok itu itu hanya klimaknya saja,” ujarnya.

Atas dasar itu, Pangi menyarankan agar Pemerintah dan aparat penegak hukum lebih tegas kepada pihak-pihak yang menggunakan politik identitas atau politisasi agama untuk kepentingan mereka, salah satunya adalah didiskualifikasi kandidat yang menggunakan politik identitas dan memidanakan para buzzer politik.

BACA JUGA:  Survey FISIP Unri, Afni-Syamsurizal Diprediksi Jungkalkan Petahana Alfedri-Husni

“Jadi yang kedua adalah tentu saja kita menginginkan bagaimana tidak hanya sekedar himbauan, tetapi sanksi yang tegas calonnya bisa didiskualifikasi atau tim suksesnya langsung mendapatkan hukum pidana gitu, termasuk yang menyebarkan kontennya dan narasinya atau termasuk bazar buzzer politik yang jahat gitu,” jelasnya.

Lanjut Pangi, Pilpres 2024 harus menghadirkan pasangan Capres-Cawapres lebih dari dua pasangan, agar keterbelahan tidak berlanjut di Pilpres 2024. Sejauh ini, kata Pangi isu-isu yang dikembangkan oleh para buzzer dan oknum politisi hanyalah isu murahan yang tak pantas diributkan.

“Apakah terjadi kemungkinan-kemungkinan itu bisa diminimalisir potensi? bisa, caranya adalah harus lebih dari dua calon presiden, kalau kita masih punya dua calon presiden untuk apa kita Pilpres, untuk apa hanya mengorbankan kepentingan bangsa yang lebih besar dan isu-isu yang sebetulnya murahan, isu-isu yang sebetulnya tidak pantas itu loh bagaimana kita melihat di bawah itu mendidih,” pungkasnya.*