BeritaAzam.com, Pekanbaru – Jumlah terduga Penyakit Tuberkulosis (TBC) di Provinsi Riau terdata sebanyak 165.640. Khusus di Kota Pekanbaru ada 35.416 kasus.
Sementara yang ternotifikasi di Provinsi Riau berjumlah 14.609 pasien dan Kota Pekanbaru berjumlah 4.906 Pasien dengan jumlah pasien yang diobati sejumlah 12.536 pasien di Provinsi Riau dan 3.959 pasien di Kota Pekanbaru (Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) Dinas Kesehatan Provinsi Riau).
Sementara angka kematian untuk kasus TBC di Kota Pekanbaru tahun 2023 ini mencapai 85 orang. Angka itu menurun bila dibandingkan dengan kasus tahun 2022 lalu yang mencapai 143 korban meninggal.
“Dengan kontribusi 647 Pasien TBC terkonfirmasi Bacteryologys, kami berhasil melacak 59 pasien LTFU dan menemukan 747 kasus TBC baru. Komunitas Pekanbaru berkomitmen mendukung Eliminasi TBC 2030,” sebut Ketua LSM Yayasan Sebaya Lancang Kuning, Rozi Asnita saat acara pertemuan Komunitas dan Pemangku Kepentingan Jejaring District-based Public Private Mix (DPPM) saat konferensi pers, pernyataan bersama upaya kolaborasi penanggulangan Tuberkolosis di Kota Pekanbaru di Hotel The Zuri Jalan Soekarno Hatta, Pekanbaru, Selasa (05/12/2023).
Acara tersebut dihadiri Plt Kepala Bidang (Kabid) PM Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Pekanbaru, dr Yetty Rohayati Sp KKLP dan SSR Yayasan Sebaya Lancang Kuning yang dihadiri perwakilah rumah sakit dan Puskesmas di Kota Pekanbaru.
Untuk menyuarakan kekhawatiran atas jumlah kasus TB yang mencapai 35.416 tersebut, sebut Rozi Asnita, Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Pekanbaru bersama PKBI dan Yayasan Sebaya Lancang Kuning mengambil langkah tegas dengan menerapkan pendekatan District-based Public Private Mix (DPPM).
Pendekatan dengan melibatkan berbagai jenis fasilitas kesehatan ini berlandaskan pada Panduan Penerapan Jejaring Layanan TB di Fasilitas Kesehatan (Faskes) Pemerintah dan Swasta berbasis Kabupaten/Kota, memastikan partisipasi aktif masyarakat dalam pengendalian TB.
“Salah satu caranya adalah meningkatkan akses layanan dengan menerapkan DPPM kepada pasien penderita TBC,” katanya.
Pendekatan ini, katanya, didasarkan pada Panduan Penerapan Jejaring Layanan TBC di Fasilitas Kesehatan Pemerintah dan Swasta Berbasis Kabupaten/Kota (KemenKes, 2019), memastikan komunitas berperan aktif dalam penanggulangan TBC.
“Kami memiliki mandat untuk melakukan advokasi, kemitraan, dan melacak pasien Lost to Follow Up (LTFU). Ini mencakup pasien yang tidak segera melakukan pengobatan setelah diagnosis atau yang putus berobat pada masa pengobatan,” terang Rozi Asnita.
Rozi Asnita memaparkan dalam penerapan implementasi DPPM, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru melibatkan 24 Rumah Sakit, 9 Klinik serta 21 Puskesmas pada bulan November 2023 lalu.
Selain itu penerapan ini juga didukung oleh Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Rumah Sakit Pemerintah serta Rumah Sakit Swasta.
Dikatakan Rozi Asnita, Konsorsium Penabulu-STPI sebagai Principal Recipient (PR) bersama Komunitas PKBI Daerah Riau dan SSR Yayasan Sebaya Lancang Kuning berperan aktif dalam mendukung DPPM.
“Kami percaya, melibatkan berbagai jenis fasilitas kesehatan adalah langkah positif untuk memperluas layanan TB sesuai standar perawatan pasien,” katanya sembari menyampaikan, dukungan dari Diskes Riau, Diskes Kota Pekanbaru, Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta membuat inisiatif ini mencapai pencapaian signifikan.
“Dengan kontribusi dari 647 pasien TB terkonfirmasi secara bakteriologis, kami berhasil melacak 59 kasus LTFU dan menemukan 747 kasus TB baru. Masyarakat Pekanbaru berkomitmen mendukung eliminasi TB pada tahun 2030. Dengan lebih dari 969.000 kasus dan tingkat kematian mencapai 55 per 100.000 penduduk, laporan Kemenkes 2023 menunjukkan, cakupan penemuan kasus TB baru masih jauh dari memuaskan, hanya mencapai 75 persen,” beber Rozi Asnita.
Dukung Upaya Eliminasi TBC 2030 di Riau
Dalam rangka mendukung DPPM, PR Konsorsium Penabulu-STPI ikut serta mengambil peran sebagai pihak komunitas. Untuk mengimplementasikan program dukungan komunitas dalam skema DPPM di Kota Pekanbaru, SSR Yayasan Sebaya Lancang Kuning berperan melakukan serangkaian kegiatan. Di antaranya community led advocacy untuk implementasi DPPM, kemitraan dengan fasyankes pemerintah dan swasta untuk proses pendampingan pasien TBC, pelacakan kasus dengan kunjungan rumah untuk pasien putus berobat di fasyankes pemerintah dan swasta, pendampingan pasien putus berobat yang kembali melakukan pengobatan dapat menyelesaikan pengobatan TBC sesuai standar hingga sembuh dan lengkap di fasyankes pemerintah dan swasta serta investigasi kontak dari indeks kasus pasien yang putus berobat dan kembali melakukan pengobatan di fasyankes pemerintah dan swasta.
Berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut, maka diselenggarakanlah kegiatan Pertemuan Komunitas dan Pemangku Kepentingan Jejaring DPPM dalam Konferensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis di Kota Pekanbaru.
Bahkan Komunitas berkomitmen mendukung upaya Eliminasi TBC 2030 di Provinsi Riau khususnya di Kota Pekanbaru melalui jejaring DPPM.
Dengan kontribusi Komunitas, sebanyak 647 Pasien TBC terkonfirmasi Bacteryologys sudah dilakukan Investigasi Kontak oleh kader. Dan sebanyak 747 kasus TBC baru ditemukan serta sebanyak 12 balita Kontak Serumah mendapatkan Terapi Pencegahan Tuberculosis (TPT) dan 59 pasien LTFU berhasil dilacak dan 11 pasien kembali melakukan pengobatan.
Karena itu, Pemerintah terus berupaya mengatasi masalah ini. Salah satunya dengan menerapkan pendekatan DPPM yang melibatkan semua jenis fasilitas layanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk meningkatkan akses layanan kesehatan yang berkualitas dan berorientasi pada pasien.
Dengan menerapkan DPPM, diharapkan penemuan kasus, notifikasi, dan tingkat keberhasilan pengobatan TBC dapat meningkat. Dalam Strategi Nasional Eliminasi Tuberkulosis 2030, salah satu dari tujuh strategi yang diusulkan adalah melibatkan organisasi masyarakat dengan membangun jejaring antara layanan kesehatan swasta dan organisasi masyarakat.
Dalam rangka mendukung DPPM, Principal Recipient (PR) Konsorsium Penabulu-STPI (Stop TB Partnership Indonesia) ikut serta mengambil peran sebagai pihak komunitas.
Merujuk pada dokumen Operational Plan 2021-2023, komunitas mendapatkan mandat untuk melakukan kegiatan advokasi dan kemitraan dalam jejaring DPPM serta upaya pelacakan pasien Lost to Follow Up (LTFU) dari Fasilitas Kesehatan (Faskes) Pemerintah dan Swasta. Lebih lanjut, pasien LTFU yang dimaksud adalah: Lost to Follow Up (LTFU) sebelum pengobatan dimulai, yakni pasien yang telah ternotifikasi (tegak diagnosa sakit TBC) dan tidak segera melakukan pengobatan.
Kemudian Lost to Follow Up (LTFU) setelah atau masa pengobatan, yakni pasien yang putus berobat pada masa pengobatan berjalan.
Dalam konteks ini, Principal Recipient (PR) Konsorsium Penabulu-STPI (Stop TB Partnership Indonesia) bersama dengan Sub Recipient (SR) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Riau dan Sub-Sub Recipient (SSR) Yayasan Sebaya Lancang Kuning, mengambil peran aktif sebagai bagian dari komunitas dengan melakukan advokasi.
Kemudian membentuk kemitraan dalam jejaring DPPM melalui kegiatan pelacakan pasien yang tidak melanjutkan pengobatan atau disebut dengan Lost To Follow Up (LTFU) untuk kembali melakukan pengobatan, upaya penemuan kasus TBC baru melalui kegiatan Invetigasi Kontak pada pasien TBC terkonfirmasi Bacteryologys, memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai infeksi laten Tuberkulosis dan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT).
Dan melakukan pendampingan kepada pasien TBC dalam melakukan pengobatan hingga sembuh. Pendekatan ini didasarkan pada Panduan Penerapan Jejaring Layanan TBC di Fasilitas Kesehatan Pemerintah dan Swasta Berbasis Kabupaten/Kota yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2019.
Untuk meningkatkan akses terhadap layanan TBC yang berkualitas dan tingginya angka pasien yang melakukan pengobatan ke fasilitas kesehatan swasta, diperlukan integrasi antara semua layanan di tingkat kabupaten/kota.
Implementasi DPPM oleh Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, yang melibatkan berbagai jenis fasilitas kesehatan, adalah langkah positif untuk memperluas layanan TBC yang sesuai dengan standar penanganan pasien TBC.
DPPM di Kota Pekanbaru pada bulan Maret 2023 sebanyak 21 Puskesmas, dan 6 Rumah Sakit Pemerintah/Swasta yang terlibat dalam jejaring DPPM bersama Komunitas, terdapat perkembangan yang signifikan pada bulan November 2023 sebanyak 21 Puskesmas, 24 Rumah Sakit dan 9 Klinik yang telah melakukan kerja sama dalam upaya DPPM untuk menuju Eliminasi TBC 2030.
Tentunya hal ini tidak luput dari dukungan dan kolaborasi dari berbagai pihak. Di antaranya Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Puskesmas, Dokter Praktek Mandiri (DPM), Klinik, Organisasi Profesi, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Asosiasi Klinik (ASKLIN) dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI).*