Pacu Jalur, Tak Lagi Panggung Utama Mencari Jodoh

Dulu pacu jalur juga menjadi tempat ajang cari jodoh, kini sudah mulai berubah. penonton

BeritaAzam.com, Kuansing – Duarrrrr! Suara letusan penanda dimulainya pacu jalur terdengar keras di udara, menggetarkan semangat semua yang hadir di pinggir sungai Kuantan. Dua jalur, perahu panjang nan ramping, langsung melesat maju begitu bunyi letusan menggelegar.

Air sungai terbelah oleh kayuhan cepat dan kuat dari para pendayung yang berusaha sekuat tenaga untuk menjadi yang tercepat.

Kedua jalur itu saling kejar-mengejar, menciptakan pemandangan yang luar biasa dramatis. Setiap kayuhan adalah hasil dari latihan keras dan koordinasi yang sempurna.

Di atas perahu, anak pacu, para pendayung tangguh, bergerak dalam ritme yang sinkron, sementara tukang tari di ujung depan perahu memberikan aba-aba penuh semangat. Tangannya bergerak-gerak dengan ritmis, mengirimkan energi positif ke seluruh tim.

Sementara di tepi sungai, gemuruh suara penonton menggema, memantul dari satu sisi ke sisi lainnya. Tua, muda, pria, wanita, semua menyatu dalam sorakan yang membahana. Mereka berteriak, bertepuk tangan, dan melambai-lambaikan bendera kecil, menciptakan lautan semangat yang tak terputus.

Sorak-sorai itu bukan hanya suara dukungan, tetapi juga doa, harapan, dan kebanggaan terhadap tim yang mereka dukung.

Saat event pacu jalur, Sungai Kuantan berubah menjadi panggung megah yang dipenuhi adrenalin dan antusiasme. Di sana-sini, bendera-bendera warna-warni berkibar, menambah keindahan pemandangan.

Aroma makanan tradisional dari warung-warung pinggir sungai menggoda hidung, menambah hangatnya suasana festival.

Di tengah perlombaan, sesekali terdengar teriakan “Hore!” saat salah satu perahu mulai memimpin, hanya untuk diikuti oleh sorak-sorai yang lebih besar saat perahu lainnya menyusul.

Gelombang kegembiraan dan ketegangan bergulung-gulung, menciptakan aliran emosi yang deras seperti sungai itu sendiri.

Para tukang timba, yang bekerja tanpa henti, memastikan perahu tetap ringan dan tidak terisi air.

Dengan kecepatan dan ketangkasan, mereka membuang setiap tetes air yang masuk, menjaga keseimbangan dan kecepatan perahu.

BACA JUGA:  LKTJ dan LKFJ Sempena HPN Riau di Kuansing Perebutkan Hadiah Rp37 Juta

Saat perlombaan mencapai puncaknya, sorakan penonton semakin kencang, seperti gelombang suara yang semakin mendekati klimaks.

Kedua perahu kini berada sangat dekat satu sama lain, tak ada yang ingin menyerah. Setiap kayuhan menjadi lebih keras, setiap teriakan lebih lantang, dan setiap detik terasa seperti abadi.

Akhirnya, dengan ledakan sorakan yang mengguncang bumi, satu jalur melesat ke depan, melintasi garis finish terlebih dahulu.

Penonton bersorak, melompat-lompat kegirangan, mengangkat tangan mereka tinggi-tinggi. Pemenang diarak dengan penuh kegembiraan, sementara jalur lainnya tetap mendapatkan sorakan penghormatan atas usaha keras mereka.

Pacu jalur ini bukan sekadar perlombaan perahu. Ini adalah perwujudan dari semangat, kerja keras, dan kebersamaan. Di sungai Kuantan, setiap tahun, tradisi ini hidup kembali, mengikat orang-orang dalam jalinan kebanggaan dan cinta akan budaya mereka. Hari itu, di bawah langit biru dan terik matahari, semangat komunitas dan gairah untuk menang terukir dengan indah dalam kenangan semua yang hadir.

Panggung Jodoh

Manda Ria, pria asal Baserah yang kini menetap di Pekanbaru bercerita masa lalunya. Dulu, kata Manda, pacu jalur bukan hanya sekadar ajang perlombaan perahu tradisional, tetapi juga menjadi panggung sosial yang sangat dinanti oleh para muda-mudi.

Di sepanjang tepian sungai Kuantan, di tengah sorak-sorai penonton dan gemuruh air yang terbelah oleh kayuhan, mata-mata muda saling bertemu dan hati-hati mulai berdebar.

“Pacu jalur menjadi momen di mana asmara sering kali bersemi. Di masa lalu, tradisi ini menawarkan lebih dari sekadar kompetisi,” kisah Manda kepada BeritaAzam.com, Kamis (11/7/2024).

Dia menambahkan, para muda-mudi itu datang berbondong-bondong dengan pakaian terbaik mereka, berharap bukan hanya untuk menyaksikan perlombaan, tetapi juga untuk bertemu calon pasangan.

Dalam suasana penuh semangat dan kebersamaan, percakapan ringan bisa dengan mudah berubah menjadi janji manis dan harapan masa depan. Di balik bendera-bendera yang berkibar dan hiruk-pikuk penonton, banyak pasangan yang terbentuk, memulai kisah cinta mereka di tepi sungai Kuantan.

BACA JUGA:  Jelang Pacu Jalur, Tepian Narosa Bersolek Tunggu Jutaan Penonton

“Orangtua mendorong anak-anak mereka untuk ikut serta dalam kegiatan ini, bukan hanya untuk menikmati hiburan, tetapi juga untuk memperluas pergaulan dan, siapa tahu, menemukan jodoh yang tepat,” ujar Hendri, keponakan Manda turut menimpali.

Dan terbongkar rahasia, ternyata Hendri menemukan jodohnya diajang pacu jalur. “Iya bang, den dapek bini waktu pacu jalur,” ucapnya malu-malu.

Ya memang, pertemuan di pacu jalur sering kali menjadi langkah pertama dalam perjalanan panjang menuju pernikahan dan kehidupan bersama.
Namun, seiring berjalannya waktu, fenomena ini mulai berubah.

Perkembangan teknologi dan perubahan sosial membawa dinamika baru dalam kehidupan muda-mudi. Kini, internet dan media sosial mengambil alih banyak aspek kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal mencari pasangan.

Aplikasi kencan dan media sosial memberikan cara baru untuk bertemu dan berkenalan dengan orang lain, tanpa harus menunggu acara tahunan seperti pacu jalur.

“Tradisi pacu jalur tetap lestari, tetapi fokusnya kini lebih pada perlombaan dan pelestarian budaya. Anak-anak muda masih datang untuk menyaksikan perahu berlomba, tetapi mereka tidak lagi melihatnya sebagai kesempatan utama untuk mencari jodoh. Mereka datang untuk merasakan semangat kompetisi, mendukung tim favorit, dan menikmati festival dengan teman-teman dan keluarga,” kata Kadis Pariwisata Kuantan Singingi, Azar usai memberikan pemaparan kepada tim eksepdisi PWI Riau, Sabut, 8 Juni 2024 lalu.

Meski begitu, kata Azar, pacu jalur tetap menjadi momen penting dalam kehidupan masyarakat. Bagi banyak orang, ini adalah waktu untuk kembali ke kampung halaman, bertemu dengan kerabat yang lama tidak ditemui, dan merayakan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun.

Pacu jalur menjadi pengingat akan nilai-nilai kebersamaan, kerja keras, dan semangat komunitas yang kuat.
Ada juga yang melihat perubahan ini sebagai evolusi alami dari tradisi.

BACA JUGA:  Buruh Aksi Serentak 6 September Tolak BBM Naik

Dulu, pacu jalur menyesuaikan diri dengan kebutuhan sosial pada masanya. Kini, dengan dunia yang semakin terhubung secara digital, cara orang berinteraksi dan mencari pasangan juga berubah. Tradisi tetap hidup, meski dengan cara yang berbeda.

“Bagi para orang tua yang pernah merasakan romansa pacu jalur di masa muda mereka, ada sedikit rasa nostalgia. Mereka mungkin bercerita kepada anak-anak mereka tentang bagaimana mereka bertemu ibu atau ayah di tepi sungai, di tengah gemuruh penonton dan suara perahu yang melaju. Cerita-cerita ini tentu menjadi bagian dari warisan keluarga dan budaya yang kaya,” sebut Azar.

Sementara itu, para muda-mudi masa kini menikmati pacu jalur dengan cara mereka sendiri. Mereka tetap merayakan dan menghormati tradisi ini, sekaligus mengintegrasikan pengalaman tersebut dengan dunia modern yang mereka tinggali.

Pacu jalur mungkin tidak lagi menjadi ajang utama untuk mencari jodoh, tetapi tetap menjadi perayaan yang memupuk rasa kebersamaan dan identitas budaya yang kuat.

Dengan demikian, meskipun cara mencari jodoh telah berubah, esensi dari pacu jalur sebagai perayaan kebersamaan dan semangat komunitas tetap terjaga.

Tradisi ini terus mengalir, seperti sungai Kuantan yang menjadi saksi bisu perjalanan cinta Hendri dan kehidupan masyarakat yang hidup di sekitarnya.*