BeritaAzam.com, Bengkalis – Partisipasi pemilih di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau pada Pemilihan Kepala Daerah 2024 hanya sekitar 58 persen. Di tengah rendahnya partisipasi pemilih, petahana pasangan Kasmarni – Bagus Santoso unggul dengan perolehan 217.884 suara. Sedangkan pasangan Syarial – Andika dengan perolehan 54.418 suara.
Berdasarkan data rekapitulasi perolehan suara tingkat Kabupaten Bengkalis, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di Kabupaten Bengkalis tercatat 463.333 pemilih. Adapun jumlah pemilih yang menyalurkan hak suara hanya 272.302 atau 58,7 persen.
Sementara masyarakat dalam Pemilu 2024 yang tidak menyalurkan hak pilihnya berjumlah 191.031 atau mengalami penurunan mencapai sekitar 41,3 persen.
Jika dibandingkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) ditahun 2020 tingkat partisipasi pemilih mencapai 71,7 persen.
Menanggapi persoalan rendahnya partisipasi pemilih pada Pilkada Bengkalis 2024, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bengkalis Usman menginformasikan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Bengkalis tahun ini memang mengalami penurunan karena adanya sejumlah faktor.
“Pilkada tahun ini memang partisipasi pemilih trennya relatif turun, jika dibandingkan partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 sekitar 71,7 persen. Salah satu faktor hujan pada tanggal pemilihan 27 November kemaren, bukan hanya di wilayah Kabupaten Bengkalis saja tetapi hampir seluruh provinsi Riau terdampak. Bahkan turunnya partisipasi pemilih hampir terjadi diseluruh Indonesia. Kedua adanya faktor perampingan TPS, dan bisa jadi adanya faktor calon kepala daerah yang hanya dua kandidat, dan ini masih kita kaji,” ungkap Usman saat dihubungi wartawan, Rabu (4/12/2024).
Selain faktor tersebut, menurut Usman rendahnya partisipasi pemilih pada Pilkada tahun ini di Kabupaten Bengkalis persoalan jenuhnya terhadap menentukan sikap untuk memilih.
“Pemilih jenuh juga menjadi faktor, karena seharusnya moment di Pilkada serentak gelombang kelima (nasional serentak) idealnya, trennya harus naik. Kejenuhan itu bisa dilihat data pada Pemilu 2014 dan Pilpres 2024. Saat di Pilpres pemilih ogah- ogahan datang ke TPS. Pemilunya 73 persen sedangkan Pilpresnya hanya 63 persen,” kata Usman.
Untuk mengantisipasi rendahnya partisipasi pemilih. Usman mengatakan, peran pemerintah daerah sangat penting dalam pemilihan kepala daerah.
“Untuk Pilkada sebenarnya bukan hanya Bawaslu dan KPU yang punya kewajiban memastikan partisipasi pemilih. Tetapi ada peran dari Pemda dan instansi urusan politik dan masyarakat,” sebut Usman.
Pakar Ilmu Politik Universitas Brawijaya (UB), Muhammad Faishal Aminuddin, menilai kelelahan parpol berefek pada menurunnya partisipasi pemilih pada Pilkada 2024 dibandingkan Pemilu 2024.
“Saya melihat dalam kasus Indonesia, sebenarnya yang capek adalah partai dan kandidatnya karena mereka maraton mengusung calon presiden, calon gubernur, dan kepala daerah kabupaten/kota, serta kandidat anggota DPR dan DPRD mereka sendiri,” kata Faishal kepada wartawan.
Ia berpendapat kurang maksimalnya partai politik dalam berkampanye karena minim suplai logistik akibat sudah dihabiskan pada Pemilu 2024 membuat penurunan partisipasi pemilih pada Pilkada 2024.
Penyebab lainnya adalah tidak samanya koalisi partai politik pada pilkada provinsi dan kabupaten/kota, yang membingungkan pemilih.
Menurut pakar Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Ardli Johan Kusuma, pendidikan politik dapat mencegah kejenuhan pemilih pada pemilihan umum di masa datang.
“Menumbuhkan kesadaran politik pada masyarakat melalui pendidikan politik bahwa keterlibatan mereka dalam penentuan kepala daerah sangat diperlukan,” kata Ardli.
Ia juga mengatakan pasangan calon kepala daerah yang berkualitas dan mampu menumbuhkan simpati maupun kepercayaan publik dapat meminimalkan kejenuhan pemilih.
“Sehingga masyarakat secara sadar akan menggunakan hak pilihnya sebagai sebuah kebutuhan menjadi warga negara,” ujarnya.
Ardli menjelaskan ada beberapa faktor yang memicu terjadinya kejenuhan pemilih pada Pilkada 2024, yakni kompleksitas mekanisme pemilu hingga durasi kampanye yang menyebabkan banjir informasi.
“Namun ada satu penyebab utama yang saya lihat dalam konteks rendahnya partisipasi pemilih pada saat pilkada, yaitu munculnya anggapan bahwa pemilihan kepala daerah tidak akan memberikan dampak yang signifikan untuk mereka atau dengan kata lain masyarakat mengalami krisis kepercayaan terhadap para calon kepala daerah,” ujarnya.
Ia mengatakan hal tersebut berbeda dengan pilpres ketika masyarakat menyakini presiden dan wakil presiden terpilih dapat berdampak nyata dengan kebijakan-kebijakan berskala nasional.
Meski demikian, ia mengatakan munculnya pandangan menurunnya partisipasi pada pilkada disebabkan fenomena voters fatigue atau kelelahan dalam memilih perlu ditelaah lebih lanjut.
“Jangan-jangan persoalan yang membuat orang tidak datang ke TPS (tempat pemungutan suara) itu disebabkan oleh hal-hal lain, misalnya sosialisasi dari penyelenggara yang kurang inovatif. Mereka hanya pasang baliho di sana sini, tetapi tidak banyak menyentuh platform digital yang langsung masuk dalam beranda hidup pemilih,” ujarnya.
Sementara itu, ia menjelaskan fenomena kelelahan dalam memilih bisa terjadi ketika pemilu diselenggarakan terlalu sering, yakni dalam satu waktu terdapat lebih dari satu pemilihan di semua tingkatan dan jabatan publik.
Sebelumnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bengkalis mengadakan rapat pleno penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten Bengkalis pada Jumat 20 September.
Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua KPU Bengkalis, Agung Kurniawan, didampingi para komisioner Sri Jumarni, Mukhlasin, Suhardi, dan Zulkifli.
Dalam rapat tersebut, Divisi Perencanaan Data dan Informasi KPU Kabupaten Bengkalis, Sri Jumarni, menyampaikan bahwa jumlah DPT Kabupaten Bengkalis untuk pemilihan gubernur, wakil gubernur, bupati, dan wakil bupati berjumlah 463.333 pemilih. Dari jumlah tersebut, pemilih laki-laki berjumlah 235.787 dan pemilih perempuan berjumlah 227.546.*