Site icon berita Azam

Sabet Gelar Profesor di Usia 33, Ibnu Sina Chandranegara Jadi Guru Besar Hukum Termuda di Indonesia!

Usia bukanlah penghalang untuk meraih prestasi, dan hal ini telah dibuktikan oleh Prof. Dr. Ibnu Sina Chandranegara, SH., MH, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Ia baru-baru ini memperoleh gelar profesor atau Guru Besar pada usia yang masih 33 tahun.

BeritaAzam, Jakarta – Usia bukanlah penghalang untuk meraih prestasi, dan hal ini telah dibuktikan oleh Prof. Dr. Ibnu Sina Chandranegara, SH., MH, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Ia baru-baru ini memperoleh gelar profesor atau Guru Besar pada usia yang masih 33 tahun.

Prestasi ini dapat dianggap sebagai pembuktian bahwa stereotip yang menyatakan seorang profesor harus berambut putih sudah tidak relevan. Ibnu Sina menyampaikan hal tersebut dalam Webinar Komunitas SEVIMA pada hari Selasa (13/6/2023).

“Ada stigmanisasi dan stereotip yang terkait dengan jabatan akademik profesor atau guru besar. Jadi mengapa tidak kita lunturkan stereotip dan stigma bahwa seorang profesor harus berambut putih?” ujar Ibnu Sina.

Ibnu Sina secara resmi diangkat sebagai Guru Besar dalam Bidang Hukum Tata Negara mulai tanggal 1 April 2023. Ia akan menerima Surat Keputusan secara langsung pada bulan Juni ini dan pengukuhan gelarnya akan dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Jakarta sekitar bulan Juni mendatang.

Moderator Webinar Komunitas SEVIMA, Ilham Dary, mengungkapkan bahwa pencapaian ini juga menjadikan Ibnu Sina sebagai guru besar bidang hukum termuda di Indonesia.

Sebelumnya, gelar Profesor Hukum termuda dipegang oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM, Prof. Eddy OS Hiariej, yang meraihnya pada usia 37 tahun, Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani, Prof. Hikmahanto Juwana, yang meraihnya pada usia 38 tahun, dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, Prof. Bayu Dwi Anggono, yang meraihnya pada usia 39 tahun.

Perjalanan Meraih Gelar Guru Besar

Dalam Webinar Komunitas SEVIMA, Ibnu Sina menjelaskan bahwa karirnya sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta dimulai pada tahun 2011. Dengan demikian, pada saat ini, pria kelahiran Jakarta pada tanggal 11 Oktober 1989 tersebut telah mengabdikan dirinya sebagai seorang dosen selama 12 tahun.

Sebelumnya, Ibnu Sina menyelesaikan studi sarjana dan magister hukum di Universitas Muhammadiyah Jakarta, serta studi doktor hukum di Universitas Gadjah Mada. Selain menjadi dosen, Ibnu Sina juga aktif sebagai Editor Kepala Jurnal, praktisi, dan konsultan di berbagai firma hukum.

Ibnu Sina juga pernah menjadi kuasa hukum Pengurus Pusat Muhammadiyah saat mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Sumber Daya Air yang akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Bersama dengan rekannya, Ibnu Sina berhasil menunjukkan praktik privatisasi dan komersialisasi air yang merugikan rakyat.

“Sejak awal karir sebagai dosen, saya telah fokus dan mempersiapkan diri di bidang hukum tata negara (HTN). Aktivitas Tridharma Perguruan Tinggi saya (Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian Kepada Masyarakat), juga berfokus di bidang HTN,” kenang Ibnu Sina.

Ibnu Sina mengatakan bahwa pencapaian menjadi guru besar tidak terlepas dari dukungan institusi tempatnya bekerja. Sejak awal karir sebagai dosen, ia telah mendapatkan bimbingan dari guru besar di Universitas Muhammadiyah Jakarta, baik dalam penyusunan karya ilmiah maupun dalam pengembangan strategi dan upaya memperoleh pembiayaan mandiri dari perguruan tinggi.

Ibnu Sina juga mengapresiasi kemudahan dalam urusan administrasi dan birokrasi yang disediakan oleh Universitas Muhammadiyah Jakarta. Hal ini memungkinkan dirinya dan rekan-rekan dosen untuk fokus pada pengembangan karir dan penelitian.

“Saya menjadi lektor kepala sejak tahun 2018, dan butuh waktu yang cukup lama untuk menjadi guru besar. Yang penting adalah adanya dukungan dari institusi dan budaya feodalisme di institusi tersebut sudah terkikis sehingga stigma profesor di usia muda tidak lagi menjadi hambatan secara akademik!” ungkapnya.

Bagi mereka yang ingin mengikuti jejak menjadi guru besar di usia muda, Ibnu Sina membagikan empat tips sukses, yaitu: menjaga manajemen karir yang konsisten, meningkatkan produksi karya ilmiah, selalu produktif dalam menulis jurnal, dan merencanakan strategi jangka panjang.

Ibnu Sina memberikan contoh kombinasi keempat tips tersebut dalam menulis jurnal. Selain menekankan pentingnya isi dan gaya penulisan yang baik, ia juga menyarankan agar penulisan dilakukan pada waktu-waktu yang tepat, ketika pesaing dalam penelitian sedang berkurang, seperti saat liburan kuliah atau akhir tahun.

Hal yang sama berlaku ketika menjadi narasumber dalam acara atau seminar. Ibnu Sina mendorong untuk tidak hanya membuat presentasi berupa power-point, tetapi juga merancang esai dengan panjang sekitar 5-7 halaman. Esai tersebut kemudian dapat diolah menjadi jurnal atau penelitian.

“Menjadi guru besar bukan hanya tentang kecerdasan, tetapi juga tentang strategi. Sebagai contoh, ketika liburan kuliah atau saat orang-orang di Eropa sedang libur musim dingin, kita dapat memanfaatkannya untuk menulis jurnal sehingga pesaing kita berkurang. Begitu pula saat menjadi narasumber, tidak cukup hanya membuat power-point, tetapi rancanglah esai 5-7 halaman. Dengan konsistensi dalam melakukan hal tersebut, mimpi yang kita rancang dapat tercapai!” tutur Ibnu Sina.*

Exit mobile version