BeritaAzam.com, Jakarta – Upaya masif yang dilakukan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bersama Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam program pengeboran terbukti efektif meningkatkan produksi minyak nasional. Sejak tahun 2021, program pengeboran ini berhasil menekan laju penurunan produksi minyak yang sebelumnya mencapai 5-7% menjadi hanya 1,1-1,2% per tahun sejak 2022.
Hudi D. Suryodipuro, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, mengungkapkan bahwa berbagai strategi terus dilakukan untuk meningkatkan produksi minyak nasional.
“Untuk strategi jangka pendek, kami meningkatkan jumlah pengeboran sumur pengembangan, workover, dan well services di lapangan-lapangan yang sudah ada. Sedangkan untuk jangka menengah, percepatan temuan cadangan ke produksi serta percepatan realisasi proyek EOR menjadi fokus utama,” jelas Hudi pada Rabu (12/6/2024) di Jakarta.
Dua Wilayah Kerja (WK) produsen minyak terbesar di Indonesia, yakni WK Rokan dan WK Cepu, kini memasuki fase penurunan produksi secara alamiah.
“Kedua WK ini adalah tulang punggung produksi minyak nasional, sehingga kendala di kedua WK tersebut akan berdampak signifikan terhadap produksi minyak nasional. Oleh karena itu, SKK Migas menaruh perhatian khusus terhadap perkembangan di dua WK ini,” lanjutnya.
Hudi juga menyoroti bahwa saat terjadi alih kelola WK Rokan, operator sebelumnya berencana untuk tidak melakukan investasi program pengeboran. Namun, SKK Migas terus mendorong investasi tersebut hingga akhirnya dilakukan oleh operator baru, Pertamina Hulu Rokan (PHR). Bersama PHR, SKK Migas bekerja keras untuk meningkatkan produksi di WK Rokan.
“Masifnya pengeboran di WK Rokan menunjukkan komitmen SKK Migas dan PHR untuk terus menggali potensi WK Rokan demi mendukung peningkatan produksi migas nasional,” kata Hudi.
Program pengeboran di WK Rokan meningkat dari 413 sumur pada tahun 2022 menjadi 497 sumur pada tahun 2023, dan direncanakan mencapai 575 sumur pada tahun 2024.
Meskipun demikian, Hudi mengakui bahwa belum ada temuan cadangan baru di WK Rokan, sehingga produksi masih bergantung pada cadangan lama. “Untuk itu, kami bersama PHR terus mengupayakan kegiatan eksplorasi yang masif di WK Rokan,” tambahnya.
Selain WK Rokan, WK Cepu juga menghadapi penurunan produksi alamiah selama periode 2020-2022. “Langkah kami untuk menahan laju penurunan ini adalah dengan melakukan High Rate Test atau uji produksi maksimal, sehingga penurunan produksi WK Cepu dapat ditekan,” jelas Hudi.
Dalam waktu dekat, SKK Migas bersama ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) akan merealisasikan proyek Banyu Urip Infill Clastic (BUIC), yang diperkirakan mampu meningkatkan produksi sebesar 16.000 BOPD (barel minyak per hari) dan akan mulai onstream pada bulan Agustus 2024.
SKK Migas juga terus meminta dukungan dari pemangku kepentingan baik di pusat maupun daerah demi kelancaran operasi KKKS. “Salah satu dukungan penting adalah dukungan perizinan, karena kami masih menghadapi sulitnya proses pembebasan lahan untuk melakukan pengeboran. Dampaknya, apabila pengeboran mundur, produksi juga akan turun,” pungkas Hudi.
Melalui berbagai upaya dan strategi tersebut, SKK Migas optimis bahwa target peningkatan produksi minyak nasional dapat tercapai, sekaligus menjamin ketahanan energi nasional di masa mendatang.*